A. KOSMOLOGI BARU
1. Definisi Kosmologi
Kosmologi berasal dari kata Yunani “kosmos” dan
“logos”. “Kosmos” berarti susunan, atau ketersusunan yang baik. Lawannya ialah
“Chaos”, yang berarti “kacau balau” (Bakker, 1995: 39). Sedangkan “logos” juga
berarti “keteraturan”, sekalipun dalam “kosmologi” lebih tepat diartikan
sebagai “azas-azas rasional” (Kattsoff, 1986: 75). Dalam sejarah filsafat
Barat, tercatat Phytagoras (580 – 500 SM) merupakan orang yang pertama kali
memakai istilah “kosmos” sebagai terminologi filsafat. Bahkan dalam tradisi
Aristotelian, penyelidikan tentang keteraturan alam disebut sebagai “fisika”
(bukan dalam pengertian modern), dan filsafat Skolastik memakai nama “filsafat
alami” (philosophia naturalis) untuk menyebut hal yang sama (Bakker, 1995: 40).
Istilah “kosmologi” (cosmology) dipakai pertama kali oleh Christian von Wolff dalam bukunya “Discursus Praeliminaris de Philosophia in Genere” tahun 1728, dengan menempatkannya dalam skema pengetahuan filsafat sebagai cabang dari “metafisika” dan dibedakan dengan cabang-cabang metafisika yang lain seperti “ontologi”, “teologi metafisik”, maupun “psikologi metafisik” (Munitz, dalam Edward, ed., 1976: 237).
Dengan demikian, sejak “klasifikasi Christian”, “kosmologi” dimengerti sebagai sebuah cabang filsafat yang membicarakan asal mula dan susunan alam semesta; dan dibedakan dengan “ontologi” atau “metafisika umum” yang merupakan suatu telaah tentang watak-watak umum dari realitas natural dan supernatural; juga dibedakan dengan “filsafat alam” (The philosophy of nature) yang menyelidiki hukum-hukum dasar, proses dan klasifikasi objek-objek dalam alam (Runes, 1975: 68-69).
Namun demikian, walau secara definitif “kosmologi” dibedakan dengan “ontologi” maupun “filsafat alam”, pemilahan yang tegas dalam analisis konseptual antara ketiga bidang tersebut merupakan suatu usaha yang sulit dikerjakan, mengingat objek material dan objek formal yang hampir sama.
Selain dipakai dalam khasanah pemikiran filsafat, istilah “kosmologi” juga dipakai dalam lingkup ilmu empiris, yakni dikenali sebagai ilmu yang menggabungkan hasil-hasil pengamatan astronomis dengan teori-teori fisika dalam rangka menyusun hal-hal astronomis atau fisis dari alam semesta dalam suatu kesatuan dengan skala yang besar (Munitz, dalam: Edward, ed, 1976: 238). Kosmologi ilmiah (scientific cosmology) lebih berpijak pada suatu studi empiris tentang gejala-gejala astronomis. Upaya-upaya yang selalu dilakukan adalah membuat model-model “alam semesta” atas dasar penemuan-penemuan observatorial oleh para astronom. Dengan demikian sangat berbeda dengan “kosmologi filsafat” yang murni konsepsional dan merupakan analisis kategorial yang dilakukan secara “spekulatif” oleh para filsuf. Adapun kajian filosofis terhadap “kosmologi ilmiah” merupakan sub-bagian dari kajian “filsafat ilmu”, dengan fokus telaah pada aspek-aspek metodologis dan epistemologis bangunan “kosmologi ilmiah” sebagai “ilmu”. Kajian yang dilakukan dalam makalah ini adalah kajian kosmologi filsafat, sekalipun unsur-unsur pemikiran yang ditelaah terkait dengan kosmologi ilmiah tentang ruang-waktu, yang bagimana pun terkait pula dengan gejala-gejala fisis dan astronomis.
Dalam tradisi pemikiran Barat (Yunani, Eropa), perkembangan pemikiran kosmologi filsafat berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran filsafat Barat. Tonggak perubahan dari perenungan tentang “kosmos” berpindah pada perenungan tentang “manusia”, dimulai oleh kaum Sofis pada Abad ke 5 Sebelum Masehi (Hatta, 1964: 2). Dengan demikian, telah terjadi kembali “pembongkaran dunia” yang fundamental setelah sebelumnya manusia meninggalkan “dunia mitos” masuk ke dalam “dunia kosmos”. Atas dasar interpretasi baru tentang “dunia” tersebut, para “dewa-dewi” yang masih mempunyai peranan dalam “dunia kosmos”, secara fungsional perannya digantikan oleh anasir-anasir dan hukum-hukum kodrat “yang tidak berpribadi” (impersonal). “Dunia” kemudian diyakini sebagai suatu kesatuan unsur-unsur dasar yang memiliki kodrat dan hukum-hukumnya sendiri. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pada awal perkembangannya kosmologi para filsuf alam tidak sepenuhnya dapat melepaskan diri dari pengaruh kosmogoni dan spekulasi eskatologis yang terdapat dalam mitologi Yunani (Burnet, 1953: 1-4), dan kosmologi filsafat jelas bukan suatu mitologi, sekalipun kedua-duanya merupakan “usaha rasional” dari manusia untuk mencari penjelasan tentang berbagai hal mengenai “dunia”.
Dalam tradisi filsafat Barat, mitologi lebih bersifat spekulatif-deduktif, sedangkan kosmologi filsafati cenderung lebih kritis-induktif dalam arti tidak mungkin lagi menutup mata terhadap kosmologi ilmiah maupun temuan-temuan ilmiah yang lain.
1. Topik utama kosmologi filsafat menurut Hegel adalah tentang “kontingensi” (kemestian yang merujuk pada “hukum”), “kepastian”, “keabadian”, batas-batas dan hukum formal dunia, kebebasan manusia, dan asal mula kejahatan. Namun rata-rata filsuf hanya mempersoalkan hakikat dan hubungan antara ruang dan waktu, dan persoalan tentang hakikat kebebasan dan asal mula kejahatan sebagai materi telaah di luar bidang kosmologi (Runes, ed, 1975: 69).
Secara umum bangunan pemikiran kosmo-logi filsafat berpijak pada prinsip-prinsip ilmu ataupun dalil-dalil metafisis, sehingga pada satu sisi berkaitan dengan fakta-fakta empiris, pada sisi lain berhubungan dengan kebenaran metafisis tertentu. Dengan demikian dari pijakan ini mudah dilihat bahwa kosmologi filsafat memiliki nilai bila dia mampu memberi kerangka pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa alami/kodrati, batas-batas dan “hukum” ruang-waktu “dunia”, dan bagaimana “keterbatasan manusiawi” tersebut mampu “diatasi”.
2. Secara historis perkembangan kosmologi filsafat (barat) dimulai dari filsuf-filsuf alam pra Sokratik, yang kemudian persoalan-persoalannya oleh Plato dalam “Timaeus” dan oleh Aristoteles dalam “Physics” disistematisir dan diperluas. Secara umum kosmologi filsafati di Yunani , dengan berbagai varian pemikiran, sepakat bahwa ruang jagad raya ini terbatas dan di bawah pengaruh hukum-hukum yang tidak dapat dirubah, yang memiliki ketentuan dan irama tertentu. Perkembangan berikut, pada Abad Tengah, mulai diperkenalkan konsep-konsep “penciptaan” dan “kiamat”, “keajaiban” dan “pemeliharaan” oleh Tuhan dalam kosmologi. Seirama dengan perkembangan ilmu empiris, kosmologi filsafat jaman modern sebagaimana dikemukakan oleh Descartes, Leibniz, maupun Newton mengalihkan kecenderungan yang muncul pada Abad tengah kepada corak pemikiran yang lebih dekat dengan pemikiran Yunani. Bahkan sejak Immanuel Kant, telaah kosmologi filsafati selalu dalam kaitan dengan isue-isue metafisika. Varian lain yang berkembang dan perlu disebut adalah kosmologi modern yang lebih “positif” sebagaimana dikemukakan oleh Pierce, yang menyatakan bahwa pokok soal yang harus dijawab oleh kosmologi adalah tiga hal, yakni, prinsip-prinsip tentang perubahan, hukum, dan kontingensi kosmis (Runes, 1975: 69). Varian “pengimbang” yang lain untuk pemikiran kontemporer adalah Whitehead, dengan “mengembalikan” kosmologi pada lingkup “hukum kodrat” yang lebih luas terkait dengan kebudayaan dan ilmu (Whitehead, 1960: 143).
Secara sistematis, kosmologi filsafat dibedakan dalam empat kelompok varian besar dengan dasar pengelompokan:
(1) Berpijak dari keyakinan ontis bahwa hakikat dunia itu “jamak” ataukah “tunggal” (monisme, pluralisme).
(2) Kedudukan manusia dalam kosmis (subjektivistis, objektivistis).
(3) Esensi dan substansi manusia dengan esensi dan substansi dunia yang lain (penonjolan “perbedaan” antara esensi dan substansi manusia dengan esensi dan substansi dunia yang lain pada: Husserl, Scheler, Hartman, dan Heidegger; pengutamaan pada “kesamaan” antara esensi dan substansi “pengkosmos-pengkosmos” pada: panpsikisme dan Whitehead).
(4) pendekatan sintesis (Bergson, Theilard de Chardin, dan kosmologi Pancasila) (Bakker, 1995: 42-52). Klasifikasi yang dilakukan Bakker yang masih searah dengan kecenderungan kosmologi post-Kantian, yakni mengaitkan telaah kosmologi dengan “metafisika”, membawa kajian kosmologi pada pendekatan integratif dengan bidang-bidang pokok filsafat yang lain, baik itu metafisika, epistemologi, aksiologi, maupun filsafat manusia.
Secara sistematis, perspektif-perspektif kosmologi metafisis tentang “waktu”, sebagaimana banyaknya varian pendekatan dalam kosmologi, secara garis besar dapat dipilah dalam empat kelompok, yakni:
(1) Subjektivisme yang menyatakan bahwa waktu merupakan sesuatu yang tidak nyata, hanya bersifat subjektif-individual. Pemikiran yang demikian dianut oleh Parmenides, Zeno, Budhisme, Advaita Vedanta, Descartes, Leibniz, Locke, Hume, Berkeley, Fichte, Scheling, Hegel, Kant, Morris Schlick, Reichenbach, dan Carnap).
(2) Realisme Ekstrem yang menyatakan bahwa waktu merupakan realitas absolut yang universal, tidak mempunyai kesatuan yang intrinksik dan hanya menunjukkan urutan-urutan murni. Kosmologi yang demikian dapat ditemukan pada kosmologi Indonesia/ Jawa, Jaina, Nyanya, Vaiseshika, Gassendi, Newton, Clarke, Whitehead, dan Alexander.
(3) Realisme lunak, yang menyatakan bahwa waktu merupakan aspek perubahan yang nyata, sekalipun dihasilkan oleh subjek yang berabstraksi. Corak kosmologi yang demikian nampak pada pemikiran Aristoteles, Agustinus, Thomas Aquinas, Einstein, dan kosmologi Pancasila.
(4) Subjektivisme lunak yang menerima waktu sebagai suatu yang heterogen sebagaimana dikemukakan oleh Bergson, atau sebagai dimensi historis dari pribadi, sebagaimana diyakini oleh eksistensialisme (Bakker, 1995: 111-116). Dari “peta kosmologi” di atas, terlihat bahwa tradisi kosmologi timur paling dominan diwarnai oleh subjektivisme dan realisme ekstrem. Dari berbagai varian yang ada itu pula, kiranya dengan mudah dapat dilihat “konsekuensi-konsekuensi logis” dari suatu varian pemikiran kosmologis terhadap pandangan manusia tentang aspek-aspek lain dari kehidupannya.
2. Kosmologi Baru dari Copernicus Menuju ke Galileo dan Kepler.
Dimulai pada abad kedua belas, ilmuwan Arab, ahli Taurat, dan penerjemah secara bertahap memperkenalkan kepada Eropa ilmu astronomi seperti yang dikembangkan dalam peradaban Islam berdasarkan model Helenistik sebelumnya (terutama Ptolemy dan Aristoteles). Tetapi, gereja Katolik memutuskan untuk mengadopsi model kosmologi geosentris[1] Ptolemeus sebagai prinsip teologisnya, ilmuwan yang mengkritik model ini dianggap sebagai pelaku bidah
• Nicolaus Copernicus
Ilmuwan Polandia bernama Nicolai Copernicus (1473-1544) mengemukakan model heliosentrisnya secara anonim dengan berjudul De Revolutionibus Orbium Caelestium (On the Revolutions of the Heavenly Orbs),buku tersebut tidak dipublikasikan sampai tahun 1543, hanya satu tahun sebelum kematiannya. Dalam model ini, Copernicus mendalilkan bahwa Matahari sebagai pusat alam semesta dan Bumi beserta planet-planet beredar mengelilingi Matahari dalam orbit lingkaran.
Teori ini bertentangan dengan ajaran filsuf yang terpandang, Aristoteles, dan tidak sejalan dengan kesimpulan matematikawan Yunani, Ptolemeus. Selain itu, teori Copernicus menyangkal apa yang dianggap sebagai "fakta" bahwa Matahari terbit di timur dan bergerak melintasi angkasa untuk terbenam di barat, sedangkan bumi tetap tidak bergerak.
Copernicus bukanlah orang yang pertama yang menyimpulkan bahwa bumi berputar mengitari Matahari. Astronom Yunani Aristarkhus dari Samos telah mengemukakan teori ini pada abad ketiga Sebelum Masehi. Para pengikut Pythagoras telah mengajarkan bahwa bumi serta Matahari bergerak mengitari suatu api pusat. Akan tetapi, Ptolemeus menulis bahwa jika bumi bergerak, "binatang dan benda lainnya akan bergelantungan di udara, dan bumi akan jatuh dari langit dengan sangat cepat". Ia menambahkan, "sekadar memikirkan hal-hal itu saja terlihat konyol".
Ptolemeus mendukung gagasan Aristoteles bahwa bumi tidak bergerak di pusat alam semesta dan dikelilingi oleh serangkaian bola bening yang saling bertumpukan, dan bola-bola itu tertancap Matahari, planet-planet, dan bintang-bintang. Ia menganggap bahwa pergerakan bola-bola bening inilah yang menggerakan planet dan bintang. Rumus matematika Ptolemeus menjelaskan, dengan akurasi hingga taraf tertentu, pergerakan planet-planet di langit malam.
Namun, kelemahan teori Ptolemeus itulah yang mendorong Copernicus untuk mencari penjelasan alternatif atas pergerakan yang aneh dari planet-planet. Untuk menopang teorinya, Kopernikus merekonstruksi peralatan yang digunakan oleh para astronom zaman dahulu. Walaupun sederhana dibandingkan dengan standar modern, peralatan ini memungkinkan dia menghitung jarak relatif antara planet-planet dan Matahari. Selama bertahun-tahun, ia berupaya menetukan secara persis tanggal-tanggal manakala para pendahulunya telah membuat beberapa pengamatan penting di bidang astronomi. Diperlengkapi dengan data ini, Copernicus mulai mengerjakan dokumen kontroversial yang menyatakan bahwa bumi dan manusia di dalamnya bukanlah pusat alam semesta.
• Galileo Galilei
Pada tahun 1609, Galileo menemukan teleskop dan berdasarkan penyelidikan ilmiahnya, ia menyatakan bahwa model alam semesta geosentris dari Ptolemy benar-benar tidak digunakan para peneliti berpengetahuan dan digantikan model heliosentris (Drake, 1990: 145-163).
Jupiter
Pada 7 Januari 1610 Galileo diamati dengan teleskop apa yang digambarkan pada saat itu sebagai "tiga bintang tetap, sama sekali tidak terlihat oleh kecilnya mereka ", semua dekat dengan Jupiter, dan berbaring di garis lurus melalui itu. Pengamatan pada malam selanjutnya menunjukkan bahwa posisi ini "bintang" relatif terhadap Jupiter sedang berubah dengan cara yang pasti bisa dipahami jika mereka benar-benar telah tetap bintang. Pada tanggal 10 Januari Galileo mencatat bahwa salah satu dari mereka menghilang, pengamatan yang dihubungkan dengan sedang yang tersembunyi di balik Jupiter. Dalam beberapa hari ia menyimpulkan bahwa mereka mengorbit Jupiter. Dia telah menemukan tiga dari empat Jupiter terbesar satelit (bulan). Ia menemukan keempat pada 13 Januari. Satelit ini sekarang disebut Io , Europa , Ganymede , dan Callisto . Galileo bernama kelompok empat yang Medicean bintang, untuk menghormati pelindung masa depannya, Cosimo II de 'Medici, Grand Duke of Tuscany , dan tiga Cosimo saudara laki-laki. Kemudian astronom, bagaimanapun, berganti nama mereka satelit Galilea untuk menghormati penemunya .
Pengamatannya dari satelit Jupiter menciptakan sebuah revolusi dalam astronomi yang bergema sampai hari ini: sebuah planet dengan planet-planet lebih kecil yang mengorbit itu tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Aristotelian Kosmologi , yang beranggapan bahwa semua benda langit harus melingkari bumi, [85] dan banyak astronom dan filosof awalnya menolak untuk percaya bahwa Galileo bisa menemukan hal seperti itu. [86] Pengamatan dikonfirmasi dengan pengamatan dari Christopher Clavius dan ia menerima pahlawan menyambut ketika ia mengunjungi Roma pada tahun 1611. Galileo terus mengamati satelit selama delapan belas bulan berikutnya, dan pada pertengahan 1611 ia memperoleh perkiraan yang sangat akurat untuk periode mereka-suatu prestasi yang Kepler percaya mustahil
Venus, Saturnus, dan Neptunus
Dari September 1610, Galileo mengamati bahwa Venus menunjukkan set lengkap fase yang sama dengan yang dari Bulan . Para model heliosentris dari tata surya yang dikembangkan oleh Nicolaus Copernicus meramalkan bahwa semua tahap akan terlihat karena orbit Venus mengitari Matahari akan menyebabkan belahan bumi diterangi dalam menghadapi Bumi ketika berada di sisi berlawanan dari Matahari dan wajah jauh dari Bumi ketika berada di sisi Bumi-Matahari. Di sisi lain, dalam model yang geosentris Ptolemy tidak mungkin untuk setiap orbit planet-planet 'untuk memotong kulit bola membawa Matahari. Secara tradisional orbit Venus ditempatkan sepenuhnya pada sisi dekat Matahari, di mana ia bisa menunjukkan sabit saja dan fase baru. Meskipun demikian, juga memungkinkan untuk menempatkannya sepenuhnya pada sisi yang jauh dari Matahari, di mana itu bisa hanya menunjukkan fase bungkuk dan penuh. Setelah pengamatan teleskopik Galileo dari sabit, fase bungkuk dan penuh Venus, oleh karena itu, model Ptolemeus menjadi tidak dapat dipertahankan. Jadi di awal abad 17 sebagai hasil dari penemuan sebagian besar astronom dikonversi ke salah satu geo-heliosentris berbagai model planet, [89] seperti Tychonic, Capellan dan Capellan Perluasan model, [90] masing-masing baik dengan atau tanpa bumi berputar setiap hari. Ini semua memiliki keutamaan menjelaskan fase-fase Venus tanpa wakil dari 'sanggahan' prediksi heliocentrism penuh dari paralaks bintang.
Galileo membela heliocentrism dan menyatakan itu tidak bertentangan dengan bagian-bagian Alkitab. Dia percaya bahwa para penulis Alkitab hanya menulis dari perspektif dunia terestrial, dari sudut pandang bahwa matahari tidak naik dan diatur. Jadi Galileo mengklaim bahwa ilmu pengetahuan tidak bertentangan dengan Alkitab, karena Alkitab sedang mendiskusikan berbagai jenis "gerakan" dari bumi, dan tidak rotasi.
Dengan 1616 serangan terhadap ide-ide Copernicus telah mencapai kepala, dan Galileo pergi ke Roma untuk mencoba membujuk otoritas Gereja Katolik tidak melarang gagasan Copernicus. Pada akhirnya, Keputusan Kongregasi Indeks dikeluarkan, menyatakan bahwa ide-ide bahwa Matahari berdiri diam dan bahwa Bumi bergerak adalah "palsu" dan "sama sekali bertentangan dengan Kitab Suci", dan menangguhkan De Copernicus Revolutionibus sampai bisa diperbaiki.
Bertindak sesuai instruksi dari Paus sebelum keputusan tersebut dikeluarkan, Kardinal Bellarmino informasi Galileo bahwa itu akan datang, bahwa ide-ide itu mengutuk tidak bisa "membela atau dimiliki", dan memerintahkan dia untuk meninggalkan mereka. Galileo berjanji untuk taat. Instruksi Bellarmine yang tidak melarang Galileo dari membahas heliocentrism sebagai fiksi matematika tetapi berbahaya ambigu, apakah ia bisa memperlakukannya sebagai kemungkinan fisik. Selama beberapa tahun berikutnya Galileo tinggal jauh dari kontroversi. Dia menghidupkan kembali proyeknya menulis sebuah buku tentang subjek, didorong oleh pemilihan Kardinal Maffeo Barberini sebagai Paus Urbanus VIII pada tahun 1623. Barberini adalah seorang teman dan pengagum Galileo, dan telah menentang penghukuman Galileo pada 1616. Buku, Dialog Menyangkut Kepala Dua Sistem Dunia , diterbitkan pada 1632, dengan otorisasi resmi dari Inkuisisi izin dan kepausan.
Pada bulan September 1632, Galileo diperintahkan untuk datang ke Roma untuk diadili, di mana ia akhirnya tiba pada Februari 1633. Sepanjang persidangan Galileo tetap mempertahankan bahwa sejak 1616 ia telah setia menepati janjinya untuk tidak tahan salah satu pendapat dikutuk, dan awalnya ia menyangkal bahkan membela mereka. Namun, ia akhirnya dibujuk untuk mengakui bahwa, bertentangan dengan tujuan yang sebenarnya, seorang pembaca Dialog dengan baik bisa diperoleh kesan bahwa itu dimaksudkan sebagai pertahanan Copernicanism.
Mengingat penolakan Galileo agak tidak masuk akal bahwa ia pernah memegang ide Copernicus setelah 1616 atau pernah dimaksudkan untuk membela mereka dalam Dialog, interogasi terakhirnya, pada bulan Juli 1633, diakhiri dengan-Nya diancam dengan siksaan jika ia tidak mengatakan yang sebenarnya, tetapi ia mempertahankan penyangkalannya meskipun ancaman tersebut. Kalimat dari Inkuisisi itu disampaikan pada 22 Juni.
Saat itu di tiga bagian penting:
1. Galileo menemukan "keras menduga bid'ah", yaitu dari setelah memegang pendapat bahwa Matahari terletak tak bergerak di pusat alam semesta, bahwa Bumi bukan di pusatnya dan bergerak, dan yang satu dapat memegang dan mempertahankan pendapat sebagai kemungkinan setelah itu telah dinyatakan bertentangan dengan Kitab Suci. Dia harus "mengharamkan, mengutuk dan membenci" pendapat-pendapat tersebut.
2. Dia dijatuhi hukuman penjara formal pada kesenangan Inkuisisi. [60] Pada hari berikut ini diubah menjadi tahanan rumah, yang tetap berada di bawah untuk sisa hidupnya.
3. Dialog menyinggung dilarang. Dan tindakan tidak diumumkan di pengadilan, publikasi dari setiap karya-karyanya dilarang, termasuk dia mungkin menulis di masa depan.
“ Padahal Bumi selalu bergerak dan selalu begitu “, Galileo Galilei.
• Johannes Keppler
Ilmuwan Johannes Kepler merumuskan tiga pernyataan matematis yang secara akurat menggambarkan revolusi planet-planet di sekitar Matahari. Alih-alih tujuh bintang di geocentric standar astronomi Copernican sistem yang hanya enam, Bulan memiliki tubuh menjadi semacam sebelumnya tidak diketahui untuk astronomi, yang kemudian Kepler untuk menyebut 'satelit' (coined pada 1610 untuk menggambarkan bulan-bulan Galileo yang telah ditemukan yaitu Yupiter).
Selain itu, dalam geocentric astronomi tidak ada cara menggunakan pengamatan untuk menemukan ukuran relatif dari planet orbs; mereka hanya diasumsikan dalam kontak. Ini nampaknya tidak memerlukan penjelasan, karena pas baik dengan alam philosophers' bahwa seluruh sistem telah berpaling dari gerakan yang paling luar lingkungan, satu (atau mungkin dua) di luar lingkungan yang 'tetap' bintang (yang yang pola menjadikan constellations), yang melebihi dari Saturn bola. Dalam sistem Copernican, fakta bahwa tahunan setiap komponen gerakan planet adalah refleksi dari gerakan tahunan bumi diperbolehkan untuk menggunakan satu pengamatan untuk menghitung ukuran masing-masing planet jalur, dan ternyata ada ruang besar antara bintang. Mengapa ruang khusus ini?
Kepler menjawab pertanyaan ini, dijelaskan dalam Misteri dari Cosmos (Mysterium cosmographicum, Tübingen, 1596).Dia merasa bahwa jika bola yang diambil untuk menyentuh bagian dalam Saturn jalan, dan sebuah batu yang bertulis dalam bola, maka bola yang bertulis dalam kubus akan menjadi bola circumscribing jalan Yupiter. Kemudian jika segi empat biasa yang diambil dalam lingkungan inscribing jalan Yupiter, yang insphere dari segi empat akan menjadi bola circumscribing jalan Mars, dan isi perut, menempatkan reguler pigura berduabelas segi antara Mars dan Bumi, yang biasa icosahedron antara Bumi dan Venus, dan reguler antara segi delapan Venus dan Mercury. Ini menjelaskan jumlah bintang sempurna: hanya ada lima cembung biasa zat (seperti yang terbukti dalam Euclid 's Elemen, Buku 13). Ia juga memberikan yang meyakinkan sesuai dengan ukuran jalan sebagai deduced oleh Copernicus, kesalahan terbesar yang kurang dari 10% (yang baik untuk spectacularly kosmoslogisnya model bahkan sekarang). Kepler tidak mengekspresikan dirinya dalam hal persentase kesalahan, dan itu adalah fakta pertama dalam kosmologi model matematika, tetapi mudah untuk melihat mengapa ia percaya bahwa bukti pengamatan mendukung teori.
Kepler melihatnya sebagai teori kosmologi yang memberikan bukti untuk teori Copernican. Sebelum presentasi sendiri teorinya, dia memberikan argumen untuk menentukan hal masuk akal dari teori Copernican itu sendiri. Kepler menegaskan bahwa dibandingkan dengan teori geocentric yang lebih jelas dalam daya. Misalnya, Copernican teori yang dapat menjelaskan mengapa Venus dan Mercury tidak pernah terlihat sangat jauh dari Matahari (mereka terletak antara Bumi dan Matahari) sedangkan dalam teori geocentric tidak ada penjelasan dari fakta ini.
Dapat disimpulkan dari Hukum Kepler
1. Bahwa orbit planet tidak melingkar, tapi elips, matahari menduduki salah satu fokus dari elips.
2. Bahwa kecepatan gerak planet bervariasi di berbagai bagian orbit sedemikian rupa bahwa garis imajiner ditarik dari matahari ke planet ini, artinya, vektor radius orbit planet selalu menyapusama daerah dalam waktu tertentu.
Kedua hukum Kepler diterbitkan pada awal 1609. Bertahun-tahun lebih penyelidikan pasien diharuskan sebelum ia menemukan rahasia dari hubungan antara jarak planet dan waktu revolusi yang nya
Hukum ketiga menyatakan. Pada 1618, bagaimanapun, ia mampu merumuskan hubungan ini juga, sebagai berikut: Kuadrat jarak dari berbagai planet dari matahari adalah sebanding dengan kubus dari mereka periode revolusi tentang matahari.
Semua hukum-hukum ini, maka akan diamati, menerima begitu saja kenyataan bahwa matahari adalah pusat orbit planet.
• Isaac Newton
Pada tahun 1687, dalam karya utamanya yang berjudul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica, Isaac Newton mengemukakan teori gravitas yang mendukung model Copernicus dan menjelaskan bagaimana benda secara umum bergerak dalam ruang dan waktu (Hall, 1992:202). Principia dipublikasikan pada 5 Juli 1687 dengan dukungan dan bantuan keuangan dari Edmond Halley.
Dalam karyanya ini Newton menyatakan hukum gerak Newton yang memungkinkan banyak kemajuan dalam revolusi Industri yang kemudian terjadi. Hukum ini tidak direvisi lagi dalam lebih dari 200 tahun kemudian, dan masih merupakan pondasi dari teknologi non-relativistik dunia modern. Dia menggunakan kata Latin gravitas (berat) untuk efek yang kemudian dinamakan sebagai gravitasi, dan mendefinisikan hukum gravitasi universal.
Dalam karya yang sama, Newton mempresentasikan metode analisis geometri yang mirip dengan kalkulus, dengan 'nisbah pertama dan terakhir', dan menentukan analisis untuk menentukan (berdasarkan hukum Boyle) laju bunyi di udara, menentukan kepepatan bentuk sferoid Bumi, memperhitungkan presesi ekuinoks akibat tarikan gravitasi bulan pada kepepatan Bumi, memulai studi gravitasi ketidakteraturan gerak Bulan, memberikan teori penentuan orbit komet, dan masih banyak lagi.
Newton memperjelas pandangan heliosentrisnya tentang tata surya, yang dikembangkan dalam bentuk lebih modern, karena pada pertengahan 1680-an dia sudah mengakui Matahari tidak tepat berada di pusat gravitasi tata surya Bagi Newton, titik pusat Matahari atau benda langit lainnya tidak dapat dianggap diam, namun seharusnya "titik pusat gravitasi bersama Bumi, Matahari dan Planet-planetlah yang harus disebut sebagai Pusat Dunia", dan pusat gravitasi ini "diam atau bergerak beraturan dalam garis lurus".(Newton mengadopsi pandangan alternatif "tidak bergerak" dengan memperhatikan pandangan umum bahwa pusatnya, di manapun itu, tidak bergerak.
Postulat Newton aksi-pada-suatu-jarak yang tidak terlihat menyebabkan dirinya dikritik karena memperkenalkan "perantara gaib" ke dalam ilmu pengetahuan. Dalam edisi kedua Principia (1713) Newton tegas menolak kritik tersebut dalam bagian General Scholium di akhir buku. Dia menulis bahwa cukup menyimpulkan bahwa fenomena tersebut menyiratkan tarikan gravitasi, namun hal tersebut tidak menunjukkan sebabnya. Tidak perlu dan tidak layak merumuskan hipotesis hal-hal yang tidak tersirat oleh fenomena itu. Di sini Newton menggunakan ungkapannya yang kemudian terkenal, Hypotheses non fingo. Mekanika Newton cukup baik bila digunakan pada tata surya, tetapi teori kosmologis pada waktu itu berpandangan lain. Menurut Aristoteles, bintang-bintang memiliki posisi yang tetap dan alam semesta di luar tata surya bersifat statis. Meskipun alam semesta yang dinamis dengan mudah dapat diprediksi teori gravitas Newton, tetapi keyakinan bahwa alam semesta statis menurut Aristoteles begitu kuat sehingga bertahan selama tiga abad setelah Newton (Benih, 1990:86-107).
“Kalaulah memang aku berhasil melihat lebih jauh. Itu karena aku berdiri di atas pundak para raksasa”, Isaac Newton.
Pada tahun 1718, Edmund Halley membandingkan posisi bintang-bintang berdasarkan temuan klasik masa Babilonia dan astronom kuno lainnya dengan pengamatan terbaru, dan diketahui bahwa posisi bintang-bintang tidak tetap dari posisi ribuan tahun sebelumnya. Kenyataannya posisi bintang-bintang mengalami pergeseran meski dalam jarak yang relatif kecil. Keadaan ini disebut ‘gerak’ nyata bintang (tegak lurus terhadap garis pandang) berkaitan dengan latar belakang bintang yang sangat jauh. Pada tahun 1783, William Herschel menemukan gerak surya, yaitu gerak matahari relatif terhadap bintang-bintang di lingkungan galaksi tersebut. Herschel juga menunjukkan bahwa Matahari dan bintang lainnya tersusun seperti “butiran kasar dalam gerinda” (Ferguson, 1999:162-165) yang sekarang disebut galaksi Bima Sakti. Lebih dari satu abad kemudian, pada tahun 1924, Hubble mampu mengukur jarak antar bintang (berdasarkan ‘pergeseran merah’)[3] dan ia menunjukkan bahwa beberapa titik-titik terang yang kita lihat di langit sebenarnya galaksi lain seperti galaksi kita, mesipun mereka terlihat begitu kecil karena jaraknya sangat jauh (Hartmann, 1990:373-375).
Teori Aristoteles tentang alam semesta statis berakhir setelah penemuan Hubble tentang pergeseran merah dari cahaya bintang yang menunjukkan bahwa segala sesuatu di alam semesta sebenarnya bergerak; Ibn Arabi sudah menyatakan demikian berabad-abad sebelumnya. Pada tahun 1980, Stephen Hawking mengatakan: Ketika Einstein merumuskan teori umum relativitas pada tahun 1915, ia begitu yakin bahwa alam semesta statis; ia memodifikasi teorinya supaya hipotesisnya menjadi mungkin dengan memperkenalkan sebuah konstanta kosmologis dalam persamaannya (Hawking, 1998:42).
Hipotesis Einstein ini tentu saja salah, dan semua orang kini mengetahui bahwa kosmos terus-menerus bergerak. Einstein sendiri mengganggap hipotesisnya sebagai kesalahan terbesar. Bagaimanapun, Ibn Arabi menyatakan dengan jelas bahwa posisi bintang-bintang tidak tetap, dan ia bahkan memberikan nomor dan unit bintang dengan kecepatan gerak yang tepat;** hal ini konsisten dengan pengukuran akurat terbaru.
Setelah perkembangan tersebut dan dengan munculnya teknologi baru yang digunakan dalam pengamatan yang lebih akurat untuk percepatan penelitian fisika dan astronomi. Pandangan baru tentang keseluruhan kosmos akhirnya bertemu dengan pandangan klasik. Namun, kita tidak bisa mengklaim bahwa semua pertanyaan telah mampu dijawab dan dapat membuat gambaran yang benar mengenai kosmos. Sebaliknya, pertanyaan-pertanyaan mendalam masih berupa teka-teki seperti ‘materi gelap’ dan paradoks Einstein-Podolsky-Rosen (EPR).
Seiring dengan temuan data-data dari teleskop dan pesawat ulang-alik dalam beberapa dekade terakhir, teori-teori baru banyak dihasilkan untuk mencoba menjelaskan hasil pengamatan alam semesta. Konsep ‘waktu’ dan ‘ruang’ menjadi fokus utamanya, terutama setelah ide-ide aneh dan berani dari Einstein tentang relativitas dan kelengkungan ruang-waktu yang dibuktikan Eddington melalui pengamatan gerhana Matahari total pada tahun 1918 di Afrika Selatan. Sejak itu, teori-teori lainnya seperti Mekanika Kuantum, Teori Medan, Superstring, dan Kuantum Gravitas mencoba menemukan dan menggambarkan hubungan yang sebenarnya antara objek material dan energi di satu sisi, dan antara ruang dan waktu di sisi lain. Namun, penemuan yang dicapai belum sepenuhnya meyakinkan..
Pandangan Geosentris menganggap Bumi berada di pusat alam semesta, sementara Heliosentris menganggap Matahari sebagai pusatnya. Kosmologi modern menegaskan bahwa alam semesta merupakan arena ruang-waktu yang tertutup, tidak memiliki pusat; titik di mana pun dapat dianggap sebagai pusat, seperti titik pada permukaan bumi dapat dianggap pusat (dengan memperhatikan permukaan, bukan volumenya). Jadi, apakah Bumi atau Matahari yang menjadi pusat alam semesta adalah perdebatan pada masa perkembangan kosmologi awal, tetapi tidak berlaku setelah ditemukannya galaksi dan jarak antar bintang yang berjauhan. Perlu disebutkan bahwa Ibn Arabi jelas menegaskan alam semesta tidak memiliki pusat.
Istilah “kosmologi” (cosmology) dipakai pertama kali oleh Christian von Wolff dalam bukunya “Discursus Praeliminaris de Philosophia in Genere” tahun 1728, dengan menempatkannya dalam skema pengetahuan filsafat sebagai cabang dari “metafisika” dan dibedakan dengan cabang-cabang metafisika yang lain seperti “ontologi”, “teologi metafisik”, maupun “psikologi metafisik” (Munitz, dalam Edward, ed., 1976: 237).
Dengan demikian, sejak “klasifikasi Christian”, “kosmologi” dimengerti sebagai sebuah cabang filsafat yang membicarakan asal mula dan susunan alam semesta; dan dibedakan dengan “ontologi” atau “metafisika umum” yang merupakan suatu telaah tentang watak-watak umum dari realitas natural dan supernatural; juga dibedakan dengan “filsafat alam” (The philosophy of nature) yang menyelidiki hukum-hukum dasar, proses dan klasifikasi objek-objek dalam alam (Runes, 1975: 68-69).
Namun demikian, walau secara definitif “kosmologi” dibedakan dengan “ontologi” maupun “filsafat alam”, pemilahan yang tegas dalam analisis konseptual antara ketiga bidang tersebut merupakan suatu usaha yang sulit dikerjakan, mengingat objek material dan objek formal yang hampir sama.
Selain dipakai dalam khasanah pemikiran filsafat, istilah “kosmologi” juga dipakai dalam lingkup ilmu empiris, yakni dikenali sebagai ilmu yang menggabungkan hasil-hasil pengamatan astronomis dengan teori-teori fisika dalam rangka menyusun hal-hal astronomis atau fisis dari alam semesta dalam suatu kesatuan dengan skala yang besar (Munitz, dalam: Edward, ed, 1976: 238). Kosmologi ilmiah (scientific cosmology) lebih berpijak pada suatu studi empiris tentang gejala-gejala astronomis. Upaya-upaya yang selalu dilakukan adalah membuat model-model “alam semesta” atas dasar penemuan-penemuan observatorial oleh para astronom. Dengan demikian sangat berbeda dengan “kosmologi filsafat” yang murni konsepsional dan merupakan analisis kategorial yang dilakukan secara “spekulatif” oleh para filsuf. Adapun kajian filosofis terhadap “kosmologi ilmiah” merupakan sub-bagian dari kajian “filsafat ilmu”, dengan fokus telaah pada aspek-aspek metodologis dan epistemologis bangunan “kosmologi ilmiah” sebagai “ilmu”. Kajian yang dilakukan dalam makalah ini adalah kajian kosmologi filsafat, sekalipun unsur-unsur pemikiran yang ditelaah terkait dengan kosmologi ilmiah tentang ruang-waktu, yang bagimana pun terkait pula dengan gejala-gejala fisis dan astronomis.
Dalam tradisi pemikiran Barat (Yunani, Eropa), perkembangan pemikiran kosmologi filsafat berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran filsafat Barat. Tonggak perubahan dari perenungan tentang “kosmos” berpindah pada perenungan tentang “manusia”, dimulai oleh kaum Sofis pada Abad ke 5 Sebelum Masehi (Hatta, 1964: 2). Dengan demikian, telah terjadi kembali “pembongkaran dunia” yang fundamental setelah sebelumnya manusia meninggalkan “dunia mitos” masuk ke dalam “dunia kosmos”. Atas dasar interpretasi baru tentang “dunia” tersebut, para “dewa-dewi” yang masih mempunyai peranan dalam “dunia kosmos”, secara fungsional perannya digantikan oleh anasir-anasir dan hukum-hukum kodrat “yang tidak berpribadi” (impersonal). “Dunia” kemudian diyakini sebagai suatu kesatuan unsur-unsur dasar yang memiliki kodrat dan hukum-hukumnya sendiri. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pada awal perkembangannya kosmologi para filsuf alam tidak sepenuhnya dapat melepaskan diri dari pengaruh kosmogoni dan spekulasi eskatologis yang terdapat dalam mitologi Yunani (Burnet, 1953: 1-4), dan kosmologi filsafat jelas bukan suatu mitologi, sekalipun kedua-duanya merupakan “usaha rasional” dari manusia untuk mencari penjelasan tentang berbagai hal mengenai “dunia”.
Dalam tradisi filsafat Barat, mitologi lebih bersifat spekulatif-deduktif, sedangkan kosmologi filsafati cenderung lebih kritis-induktif dalam arti tidak mungkin lagi menutup mata terhadap kosmologi ilmiah maupun temuan-temuan ilmiah yang lain.
1. Topik utama kosmologi filsafat menurut Hegel adalah tentang “kontingensi” (kemestian yang merujuk pada “hukum”), “kepastian”, “keabadian”, batas-batas dan hukum formal dunia, kebebasan manusia, dan asal mula kejahatan. Namun rata-rata filsuf hanya mempersoalkan hakikat dan hubungan antara ruang dan waktu, dan persoalan tentang hakikat kebebasan dan asal mula kejahatan sebagai materi telaah di luar bidang kosmologi (Runes, ed, 1975: 69).
Secara umum bangunan pemikiran kosmo-logi filsafat berpijak pada prinsip-prinsip ilmu ataupun dalil-dalil metafisis, sehingga pada satu sisi berkaitan dengan fakta-fakta empiris, pada sisi lain berhubungan dengan kebenaran metafisis tertentu. Dengan demikian dari pijakan ini mudah dilihat bahwa kosmologi filsafat memiliki nilai bila dia mampu memberi kerangka pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa alami/kodrati, batas-batas dan “hukum” ruang-waktu “dunia”, dan bagaimana “keterbatasan manusiawi” tersebut mampu “diatasi”.
2. Secara historis perkembangan kosmologi filsafat (barat) dimulai dari filsuf-filsuf alam pra Sokratik, yang kemudian persoalan-persoalannya oleh Plato dalam “Timaeus” dan oleh Aristoteles dalam “Physics” disistematisir dan diperluas. Secara umum kosmologi filsafati di Yunani , dengan berbagai varian pemikiran, sepakat bahwa ruang jagad raya ini terbatas dan di bawah pengaruh hukum-hukum yang tidak dapat dirubah, yang memiliki ketentuan dan irama tertentu. Perkembangan berikut, pada Abad Tengah, mulai diperkenalkan konsep-konsep “penciptaan” dan “kiamat”, “keajaiban” dan “pemeliharaan” oleh Tuhan dalam kosmologi. Seirama dengan perkembangan ilmu empiris, kosmologi filsafat jaman modern sebagaimana dikemukakan oleh Descartes, Leibniz, maupun Newton mengalihkan kecenderungan yang muncul pada Abad tengah kepada corak pemikiran yang lebih dekat dengan pemikiran Yunani. Bahkan sejak Immanuel Kant, telaah kosmologi filsafati selalu dalam kaitan dengan isue-isue metafisika. Varian lain yang berkembang dan perlu disebut adalah kosmologi modern yang lebih “positif” sebagaimana dikemukakan oleh Pierce, yang menyatakan bahwa pokok soal yang harus dijawab oleh kosmologi adalah tiga hal, yakni, prinsip-prinsip tentang perubahan, hukum, dan kontingensi kosmis (Runes, 1975: 69). Varian “pengimbang” yang lain untuk pemikiran kontemporer adalah Whitehead, dengan “mengembalikan” kosmologi pada lingkup “hukum kodrat” yang lebih luas terkait dengan kebudayaan dan ilmu (Whitehead, 1960: 143).
Secara sistematis, kosmologi filsafat dibedakan dalam empat kelompok varian besar dengan dasar pengelompokan:
(1) Berpijak dari keyakinan ontis bahwa hakikat dunia itu “jamak” ataukah “tunggal” (monisme, pluralisme).
(2) Kedudukan manusia dalam kosmis (subjektivistis, objektivistis).
(3) Esensi dan substansi manusia dengan esensi dan substansi dunia yang lain (penonjolan “perbedaan” antara esensi dan substansi manusia dengan esensi dan substansi dunia yang lain pada: Husserl, Scheler, Hartman, dan Heidegger; pengutamaan pada “kesamaan” antara esensi dan substansi “pengkosmos-pengkosmos” pada: panpsikisme dan Whitehead).
(4) pendekatan sintesis (Bergson, Theilard de Chardin, dan kosmologi Pancasila) (Bakker, 1995: 42-52). Klasifikasi yang dilakukan Bakker yang masih searah dengan kecenderungan kosmologi post-Kantian, yakni mengaitkan telaah kosmologi dengan “metafisika”, membawa kajian kosmologi pada pendekatan integratif dengan bidang-bidang pokok filsafat yang lain, baik itu metafisika, epistemologi, aksiologi, maupun filsafat manusia.
Secara sistematis, perspektif-perspektif kosmologi metafisis tentang “waktu”, sebagaimana banyaknya varian pendekatan dalam kosmologi, secara garis besar dapat dipilah dalam empat kelompok, yakni:
(1) Subjektivisme yang menyatakan bahwa waktu merupakan sesuatu yang tidak nyata, hanya bersifat subjektif-individual. Pemikiran yang demikian dianut oleh Parmenides, Zeno, Budhisme, Advaita Vedanta, Descartes, Leibniz, Locke, Hume, Berkeley, Fichte, Scheling, Hegel, Kant, Morris Schlick, Reichenbach, dan Carnap).
(2) Realisme Ekstrem yang menyatakan bahwa waktu merupakan realitas absolut yang universal, tidak mempunyai kesatuan yang intrinksik dan hanya menunjukkan urutan-urutan murni. Kosmologi yang demikian dapat ditemukan pada kosmologi Indonesia/ Jawa, Jaina, Nyanya, Vaiseshika, Gassendi, Newton, Clarke, Whitehead, dan Alexander.
(3) Realisme lunak, yang menyatakan bahwa waktu merupakan aspek perubahan yang nyata, sekalipun dihasilkan oleh subjek yang berabstraksi. Corak kosmologi yang demikian nampak pada pemikiran Aristoteles, Agustinus, Thomas Aquinas, Einstein, dan kosmologi Pancasila.
(4) Subjektivisme lunak yang menerima waktu sebagai suatu yang heterogen sebagaimana dikemukakan oleh Bergson, atau sebagai dimensi historis dari pribadi, sebagaimana diyakini oleh eksistensialisme (Bakker, 1995: 111-116). Dari “peta kosmologi” di atas, terlihat bahwa tradisi kosmologi timur paling dominan diwarnai oleh subjektivisme dan realisme ekstrem. Dari berbagai varian yang ada itu pula, kiranya dengan mudah dapat dilihat “konsekuensi-konsekuensi logis” dari suatu varian pemikiran kosmologis terhadap pandangan manusia tentang aspek-aspek lain dari kehidupannya.
2. Kosmologi Baru dari Copernicus Menuju ke Galileo dan Kepler.
Dimulai pada abad kedua belas, ilmuwan Arab, ahli Taurat, dan penerjemah secara bertahap memperkenalkan kepada Eropa ilmu astronomi seperti yang dikembangkan dalam peradaban Islam berdasarkan model Helenistik sebelumnya (terutama Ptolemy dan Aristoteles). Tetapi, gereja Katolik memutuskan untuk mengadopsi model kosmologi geosentris[1] Ptolemeus sebagai prinsip teologisnya, ilmuwan yang mengkritik model ini dianggap sebagai pelaku bidah
• Nicolaus Copernicus
Ilmuwan Polandia bernama Nicolai Copernicus (1473-1544) mengemukakan model heliosentrisnya secara anonim dengan berjudul De Revolutionibus Orbium Caelestium (On the Revolutions of the Heavenly Orbs),buku tersebut tidak dipublikasikan sampai tahun 1543, hanya satu tahun sebelum kematiannya. Dalam model ini, Copernicus mendalilkan bahwa Matahari sebagai pusat alam semesta dan Bumi beserta planet-planet beredar mengelilingi Matahari dalam orbit lingkaran.
Teori ini bertentangan dengan ajaran filsuf yang terpandang, Aristoteles, dan tidak sejalan dengan kesimpulan matematikawan Yunani, Ptolemeus. Selain itu, teori Copernicus menyangkal apa yang dianggap sebagai "fakta" bahwa Matahari terbit di timur dan bergerak melintasi angkasa untuk terbenam di barat, sedangkan bumi tetap tidak bergerak.
Copernicus bukanlah orang yang pertama yang menyimpulkan bahwa bumi berputar mengitari Matahari. Astronom Yunani Aristarkhus dari Samos telah mengemukakan teori ini pada abad ketiga Sebelum Masehi. Para pengikut Pythagoras telah mengajarkan bahwa bumi serta Matahari bergerak mengitari suatu api pusat. Akan tetapi, Ptolemeus menulis bahwa jika bumi bergerak, "binatang dan benda lainnya akan bergelantungan di udara, dan bumi akan jatuh dari langit dengan sangat cepat". Ia menambahkan, "sekadar memikirkan hal-hal itu saja terlihat konyol".
Ptolemeus mendukung gagasan Aristoteles bahwa bumi tidak bergerak di pusat alam semesta dan dikelilingi oleh serangkaian bola bening yang saling bertumpukan, dan bola-bola itu tertancap Matahari, planet-planet, dan bintang-bintang. Ia menganggap bahwa pergerakan bola-bola bening inilah yang menggerakan planet dan bintang. Rumus matematika Ptolemeus menjelaskan, dengan akurasi hingga taraf tertentu, pergerakan planet-planet di langit malam.
Namun, kelemahan teori Ptolemeus itulah yang mendorong Copernicus untuk mencari penjelasan alternatif atas pergerakan yang aneh dari planet-planet. Untuk menopang teorinya, Kopernikus merekonstruksi peralatan yang digunakan oleh para astronom zaman dahulu. Walaupun sederhana dibandingkan dengan standar modern, peralatan ini memungkinkan dia menghitung jarak relatif antara planet-planet dan Matahari. Selama bertahun-tahun, ia berupaya menetukan secara persis tanggal-tanggal manakala para pendahulunya telah membuat beberapa pengamatan penting di bidang astronomi. Diperlengkapi dengan data ini, Copernicus mulai mengerjakan dokumen kontroversial yang menyatakan bahwa bumi dan manusia di dalamnya bukanlah pusat alam semesta.
• Galileo Galilei
Pada tahun 1609, Galileo menemukan teleskop dan berdasarkan penyelidikan ilmiahnya, ia menyatakan bahwa model alam semesta geosentris dari Ptolemy benar-benar tidak digunakan para peneliti berpengetahuan dan digantikan model heliosentris (Drake, 1990: 145-163).
Jupiter
Pada 7 Januari 1610 Galileo diamati dengan teleskop apa yang digambarkan pada saat itu sebagai "tiga bintang tetap, sama sekali tidak terlihat oleh kecilnya mereka ", semua dekat dengan Jupiter, dan berbaring di garis lurus melalui itu. Pengamatan pada malam selanjutnya menunjukkan bahwa posisi ini "bintang" relatif terhadap Jupiter sedang berubah dengan cara yang pasti bisa dipahami jika mereka benar-benar telah tetap bintang. Pada tanggal 10 Januari Galileo mencatat bahwa salah satu dari mereka menghilang, pengamatan yang dihubungkan dengan sedang yang tersembunyi di balik Jupiter. Dalam beberapa hari ia menyimpulkan bahwa mereka mengorbit Jupiter. Dia telah menemukan tiga dari empat Jupiter terbesar satelit (bulan). Ia menemukan keempat pada 13 Januari. Satelit ini sekarang disebut Io , Europa , Ganymede , dan Callisto . Galileo bernama kelompok empat yang Medicean bintang, untuk menghormati pelindung masa depannya, Cosimo II de 'Medici, Grand Duke of Tuscany , dan tiga Cosimo saudara laki-laki. Kemudian astronom, bagaimanapun, berganti nama mereka satelit Galilea untuk menghormati penemunya .
Pengamatannya dari satelit Jupiter menciptakan sebuah revolusi dalam astronomi yang bergema sampai hari ini: sebuah planet dengan planet-planet lebih kecil yang mengorbit itu tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Aristotelian Kosmologi , yang beranggapan bahwa semua benda langit harus melingkari bumi, [85] dan banyak astronom dan filosof awalnya menolak untuk percaya bahwa Galileo bisa menemukan hal seperti itu. [86] Pengamatan dikonfirmasi dengan pengamatan dari Christopher Clavius dan ia menerima pahlawan menyambut ketika ia mengunjungi Roma pada tahun 1611. Galileo terus mengamati satelit selama delapan belas bulan berikutnya, dan pada pertengahan 1611 ia memperoleh perkiraan yang sangat akurat untuk periode mereka-suatu prestasi yang Kepler percaya mustahil
Venus, Saturnus, dan Neptunus
Dari September 1610, Galileo mengamati bahwa Venus menunjukkan set lengkap fase yang sama dengan yang dari Bulan . Para model heliosentris dari tata surya yang dikembangkan oleh Nicolaus Copernicus meramalkan bahwa semua tahap akan terlihat karena orbit Venus mengitari Matahari akan menyebabkan belahan bumi diterangi dalam menghadapi Bumi ketika berada di sisi berlawanan dari Matahari dan wajah jauh dari Bumi ketika berada di sisi Bumi-Matahari. Di sisi lain, dalam model yang geosentris Ptolemy tidak mungkin untuk setiap orbit planet-planet 'untuk memotong kulit bola membawa Matahari. Secara tradisional orbit Venus ditempatkan sepenuhnya pada sisi dekat Matahari, di mana ia bisa menunjukkan sabit saja dan fase baru. Meskipun demikian, juga memungkinkan untuk menempatkannya sepenuhnya pada sisi yang jauh dari Matahari, di mana itu bisa hanya menunjukkan fase bungkuk dan penuh. Setelah pengamatan teleskopik Galileo dari sabit, fase bungkuk dan penuh Venus, oleh karena itu, model Ptolemeus menjadi tidak dapat dipertahankan. Jadi di awal abad 17 sebagai hasil dari penemuan sebagian besar astronom dikonversi ke salah satu geo-heliosentris berbagai model planet, [89] seperti Tychonic, Capellan dan Capellan Perluasan model, [90] masing-masing baik dengan atau tanpa bumi berputar setiap hari. Ini semua memiliki keutamaan menjelaskan fase-fase Venus tanpa wakil dari 'sanggahan' prediksi heliocentrism penuh dari paralaks bintang.
Galileo membela heliocentrism dan menyatakan itu tidak bertentangan dengan bagian-bagian Alkitab. Dia percaya bahwa para penulis Alkitab hanya menulis dari perspektif dunia terestrial, dari sudut pandang bahwa matahari tidak naik dan diatur. Jadi Galileo mengklaim bahwa ilmu pengetahuan tidak bertentangan dengan Alkitab, karena Alkitab sedang mendiskusikan berbagai jenis "gerakan" dari bumi, dan tidak rotasi.
Dengan 1616 serangan terhadap ide-ide Copernicus telah mencapai kepala, dan Galileo pergi ke Roma untuk mencoba membujuk otoritas Gereja Katolik tidak melarang gagasan Copernicus. Pada akhirnya, Keputusan Kongregasi Indeks dikeluarkan, menyatakan bahwa ide-ide bahwa Matahari berdiri diam dan bahwa Bumi bergerak adalah "palsu" dan "sama sekali bertentangan dengan Kitab Suci", dan menangguhkan De Copernicus Revolutionibus sampai bisa diperbaiki.
Bertindak sesuai instruksi dari Paus sebelum keputusan tersebut dikeluarkan, Kardinal Bellarmino informasi Galileo bahwa itu akan datang, bahwa ide-ide itu mengutuk tidak bisa "membela atau dimiliki", dan memerintahkan dia untuk meninggalkan mereka. Galileo berjanji untuk taat. Instruksi Bellarmine yang tidak melarang Galileo dari membahas heliocentrism sebagai fiksi matematika tetapi berbahaya ambigu, apakah ia bisa memperlakukannya sebagai kemungkinan fisik. Selama beberapa tahun berikutnya Galileo tinggal jauh dari kontroversi. Dia menghidupkan kembali proyeknya menulis sebuah buku tentang subjek, didorong oleh pemilihan Kardinal Maffeo Barberini sebagai Paus Urbanus VIII pada tahun 1623. Barberini adalah seorang teman dan pengagum Galileo, dan telah menentang penghukuman Galileo pada 1616. Buku, Dialog Menyangkut Kepala Dua Sistem Dunia , diterbitkan pada 1632, dengan otorisasi resmi dari Inkuisisi izin dan kepausan.
Pada bulan September 1632, Galileo diperintahkan untuk datang ke Roma untuk diadili, di mana ia akhirnya tiba pada Februari 1633. Sepanjang persidangan Galileo tetap mempertahankan bahwa sejak 1616 ia telah setia menepati janjinya untuk tidak tahan salah satu pendapat dikutuk, dan awalnya ia menyangkal bahkan membela mereka. Namun, ia akhirnya dibujuk untuk mengakui bahwa, bertentangan dengan tujuan yang sebenarnya, seorang pembaca Dialog dengan baik bisa diperoleh kesan bahwa itu dimaksudkan sebagai pertahanan Copernicanism.
Mengingat penolakan Galileo agak tidak masuk akal bahwa ia pernah memegang ide Copernicus setelah 1616 atau pernah dimaksudkan untuk membela mereka dalam Dialog, interogasi terakhirnya, pada bulan Juli 1633, diakhiri dengan-Nya diancam dengan siksaan jika ia tidak mengatakan yang sebenarnya, tetapi ia mempertahankan penyangkalannya meskipun ancaman tersebut. Kalimat dari Inkuisisi itu disampaikan pada 22 Juni.
Saat itu di tiga bagian penting:
1. Galileo menemukan "keras menduga bid'ah", yaitu dari setelah memegang pendapat bahwa Matahari terletak tak bergerak di pusat alam semesta, bahwa Bumi bukan di pusatnya dan bergerak, dan yang satu dapat memegang dan mempertahankan pendapat sebagai kemungkinan setelah itu telah dinyatakan bertentangan dengan Kitab Suci. Dia harus "mengharamkan, mengutuk dan membenci" pendapat-pendapat tersebut.
2. Dia dijatuhi hukuman penjara formal pada kesenangan Inkuisisi. [60] Pada hari berikut ini diubah menjadi tahanan rumah, yang tetap berada di bawah untuk sisa hidupnya.
3. Dialog menyinggung dilarang. Dan tindakan tidak diumumkan di pengadilan, publikasi dari setiap karya-karyanya dilarang, termasuk dia mungkin menulis di masa depan.
“ Padahal Bumi selalu bergerak dan selalu begitu “, Galileo Galilei.
• Johannes Keppler
Ilmuwan Johannes Kepler merumuskan tiga pernyataan matematis yang secara akurat menggambarkan revolusi planet-planet di sekitar Matahari. Alih-alih tujuh bintang di geocentric standar astronomi Copernican sistem yang hanya enam, Bulan memiliki tubuh menjadi semacam sebelumnya tidak diketahui untuk astronomi, yang kemudian Kepler untuk menyebut 'satelit' (coined pada 1610 untuk menggambarkan bulan-bulan Galileo yang telah ditemukan yaitu Yupiter).
Selain itu, dalam geocentric astronomi tidak ada cara menggunakan pengamatan untuk menemukan ukuran relatif dari planet orbs; mereka hanya diasumsikan dalam kontak. Ini nampaknya tidak memerlukan penjelasan, karena pas baik dengan alam philosophers' bahwa seluruh sistem telah berpaling dari gerakan yang paling luar lingkungan, satu (atau mungkin dua) di luar lingkungan yang 'tetap' bintang (yang yang pola menjadikan constellations), yang melebihi dari Saturn bola. Dalam sistem Copernican, fakta bahwa tahunan setiap komponen gerakan planet adalah refleksi dari gerakan tahunan bumi diperbolehkan untuk menggunakan satu pengamatan untuk menghitung ukuran masing-masing planet jalur, dan ternyata ada ruang besar antara bintang. Mengapa ruang khusus ini?
Kepler menjawab pertanyaan ini, dijelaskan dalam Misteri dari Cosmos (Mysterium cosmographicum, Tübingen, 1596).Dia merasa bahwa jika bola yang diambil untuk menyentuh bagian dalam Saturn jalan, dan sebuah batu yang bertulis dalam bola, maka bola yang bertulis dalam kubus akan menjadi bola circumscribing jalan Yupiter. Kemudian jika segi empat biasa yang diambil dalam lingkungan inscribing jalan Yupiter, yang insphere dari segi empat akan menjadi bola circumscribing jalan Mars, dan isi perut, menempatkan reguler pigura berduabelas segi antara Mars dan Bumi, yang biasa icosahedron antara Bumi dan Venus, dan reguler antara segi delapan Venus dan Mercury. Ini menjelaskan jumlah bintang sempurna: hanya ada lima cembung biasa zat (seperti yang terbukti dalam Euclid 's Elemen, Buku 13). Ia juga memberikan yang meyakinkan sesuai dengan ukuran jalan sebagai deduced oleh Copernicus, kesalahan terbesar yang kurang dari 10% (yang baik untuk spectacularly kosmoslogisnya model bahkan sekarang). Kepler tidak mengekspresikan dirinya dalam hal persentase kesalahan, dan itu adalah fakta pertama dalam kosmologi model matematika, tetapi mudah untuk melihat mengapa ia percaya bahwa bukti pengamatan mendukung teori.
Kepler melihatnya sebagai teori kosmologi yang memberikan bukti untuk teori Copernican. Sebelum presentasi sendiri teorinya, dia memberikan argumen untuk menentukan hal masuk akal dari teori Copernican itu sendiri. Kepler menegaskan bahwa dibandingkan dengan teori geocentric yang lebih jelas dalam daya. Misalnya, Copernican teori yang dapat menjelaskan mengapa Venus dan Mercury tidak pernah terlihat sangat jauh dari Matahari (mereka terletak antara Bumi dan Matahari) sedangkan dalam teori geocentric tidak ada penjelasan dari fakta ini.
Dapat disimpulkan dari Hukum Kepler
1. Bahwa orbit planet tidak melingkar, tapi elips, matahari menduduki salah satu fokus dari elips.
2. Bahwa kecepatan gerak planet bervariasi di berbagai bagian orbit sedemikian rupa bahwa garis imajiner ditarik dari matahari ke planet ini, artinya, vektor radius orbit planet selalu menyapusama daerah dalam waktu tertentu.
Kedua hukum Kepler diterbitkan pada awal 1609. Bertahun-tahun lebih penyelidikan pasien diharuskan sebelum ia menemukan rahasia dari hubungan antara jarak planet dan waktu revolusi yang nya
Hukum ketiga menyatakan. Pada 1618, bagaimanapun, ia mampu merumuskan hubungan ini juga, sebagai berikut: Kuadrat jarak dari berbagai planet dari matahari adalah sebanding dengan kubus dari mereka periode revolusi tentang matahari.
Semua hukum-hukum ini, maka akan diamati, menerima begitu saja kenyataan bahwa matahari adalah pusat orbit planet.
• Isaac Newton
Pada tahun 1687, dalam karya utamanya yang berjudul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica, Isaac Newton mengemukakan teori gravitas yang mendukung model Copernicus dan menjelaskan bagaimana benda secara umum bergerak dalam ruang dan waktu (Hall, 1992:202). Principia dipublikasikan pada 5 Juli 1687 dengan dukungan dan bantuan keuangan dari Edmond Halley.
Dalam karyanya ini Newton menyatakan hukum gerak Newton yang memungkinkan banyak kemajuan dalam revolusi Industri yang kemudian terjadi. Hukum ini tidak direvisi lagi dalam lebih dari 200 tahun kemudian, dan masih merupakan pondasi dari teknologi non-relativistik dunia modern. Dia menggunakan kata Latin gravitas (berat) untuk efek yang kemudian dinamakan sebagai gravitasi, dan mendefinisikan hukum gravitasi universal.
Dalam karya yang sama, Newton mempresentasikan metode analisis geometri yang mirip dengan kalkulus, dengan 'nisbah pertama dan terakhir', dan menentukan analisis untuk menentukan (berdasarkan hukum Boyle) laju bunyi di udara, menentukan kepepatan bentuk sferoid Bumi, memperhitungkan presesi ekuinoks akibat tarikan gravitasi bulan pada kepepatan Bumi, memulai studi gravitasi ketidakteraturan gerak Bulan, memberikan teori penentuan orbit komet, dan masih banyak lagi.
Newton memperjelas pandangan heliosentrisnya tentang tata surya, yang dikembangkan dalam bentuk lebih modern, karena pada pertengahan 1680-an dia sudah mengakui Matahari tidak tepat berada di pusat gravitasi tata surya Bagi Newton, titik pusat Matahari atau benda langit lainnya tidak dapat dianggap diam, namun seharusnya "titik pusat gravitasi bersama Bumi, Matahari dan Planet-planetlah yang harus disebut sebagai Pusat Dunia", dan pusat gravitasi ini "diam atau bergerak beraturan dalam garis lurus".(Newton mengadopsi pandangan alternatif "tidak bergerak" dengan memperhatikan pandangan umum bahwa pusatnya, di manapun itu, tidak bergerak.
Postulat Newton aksi-pada-suatu-jarak yang tidak terlihat menyebabkan dirinya dikritik karena memperkenalkan "perantara gaib" ke dalam ilmu pengetahuan. Dalam edisi kedua Principia (1713) Newton tegas menolak kritik tersebut dalam bagian General Scholium di akhir buku. Dia menulis bahwa cukup menyimpulkan bahwa fenomena tersebut menyiratkan tarikan gravitasi, namun hal tersebut tidak menunjukkan sebabnya. Tidak perlu dan tidak layak merumuskan hipotesis hal-hal yang tidak tersirat oleh fenomena itu. Di sini Newton menggunakan ungkapannya yang kemudian terkenal, Hypotheses non fingo. Mekanika Newton cukup baik bila digunakan pada tata surya, tetapi teori kosmologis pada waktu itu berpandangan lain. Menurut Aristoteles, bintang-bintang memiliki posisi yang tetap dan alam semesta di luar tata surya bersifat statis. Meskipun alam semesta yang dinamis dengan mudah dapat diprediksi teori gravitas Newton, tetapi keyakinan bahwa alam semesta statis menurut Aristoteles begitu kuat sehingga bertahan selama tiga abad setelah Newton (Benih, 1990:86-107).
“Kalaulah memang aku berhasil melihat lebih jauh. Itu karena aku berdiri di atas pundak para raksasa”, Isaac Newton.
Pada tahun 1718, Edmund Halley membandingkan posisi bintang-bintang berdasarkan temuan klasik masa Babilonia dan astronom kuno lainnya dengan pengamatan terbaru, dan diketahui bahwa posisi bintang-bintang tidak tetap dari posisi ribuan tahun sebelumnya. Kenyataannya posisi bintang-bintang mengalami pergeseran meski dalam jarak yang relatif kecil. Keadaan ini disebut ‘gerak’ nyata bintang (tegak lurus terhadap garis pandang) berkaitan dengan latar belakang bintang yang sangat jauh. Pada tahun 1783, William Herschel menemukan gerak surya, yaitu gerak matahari relatif terhadap bintang-bintang di lingkungan galaksi tersebut. Herschel juga menunjukkan bahwa Matahari dan bintang lainnya tersusun seperti “butiran kasar dalam gerinda” (Ferguson, 1999:162-165) yang sekarang disebut galaksi Bima Sakti. Lebih dari satu abad kemudian, pada tahun 1924, Hubble mampu mengukur jarak antar bintang (berdasarkan ‘pergeseran merah’)[3] dan ia menunjukkan bahwa beberapa titik-titik terang yang kita lihat di langit sebenarnya galaksi lain seperti galaksi kita, mesipun mereka terlihat begitu kecil karena jaraknya sangat jauh (Hartmann, 1990:373-375).
Teori Aristoteles tentang alam semesta statis berakhir setelah penemuan Hubble tentang pergeseran merah dari cahaya bintang yang menunjukkan bahwa segala sesuatu di alam semesta sebenarnya bergerak; Ibn Arabi sudah menyatakan demikian berabad-abad sebelumnya. Pada tahun 1980, Stephen Hawking mengatakan: Ketika Einstein merumuskan teori umum relativitas pada tahun 1915, ia begitu yakin bahwa alam semesta statis; ia memodifikasi teorinya supaya hipotesisnya menjadi mungkin dengan memperkenalkan sebuah konstanta kosmologis dalam persamaannya (Hawking, 1998:42).
Hipotesis Einstein ini tentu saja salah, dan semua orang kini mengetahui bahwa kosmos terus-menerus bergerak. Einstein sendiri mengganggap hipotesisnya sebagai kesalahan terbesar. Bagaimanapun, Ibn Arabi menyatakan dengan jelas bahwa posisi bintang-bintang tidak tetap, dan ia bahkan memberikan nomor dan unit bintang dengan kecepatan gerak yang tepat;** hal ini konsisten dengan pengukuran akurat terbaru.
Setelah perkembangan tersebut dan dengan munculnya teknologi baru yang digunakan dalam pengamatan yang lebih akurat untuk percepatan penelitian fisika dan astronomi. Pandangan baru tentang keseluruhan kosmos akhirnya bertemu dengan pandangan klasik. Namun, kita tidak bisa mengklaim bahwa semua pertanyaan telah mampu dijawab dan dapat membuat gambaran yang benar mengenai kosmos. Sebaliknya, pertanyaan-pertanyaan mendalam masih berupa teka-teki seperti ‘materi gelap’ dan paradoks Einstein-Podolsky-Rosen (EPR).
Seiring dengan temuan data-data dari teleskop dan pesawat ulang-alik dalam beberapa dekade terakhir, teori-teori baru banyak dihasilkan untuk mencoba menjelaskan hasil pengamatan alam semesta. Konsep ‘waktu’ dan ‘ruang’ menjadi fokus utamanya, terutama setelah ide-ide aneh dan berani dari Einstein tentang relativitas dan kelengkungan ruang-waktu yang dibuktikan Eddington melalui pengamatan gerhana Matahari total pada tahun 1918 di Afrika Selatan. Sejak itu, teori-teori lainnya seperti Mekanika Kuantum, Teori Medan, Superstring, dan Kuantum Gravitas mencoba menemukan dan menggambarkan hubungan yang sebenarnya antara objek material dan energi di satu sisi, dan antara ruang dan waktu di sisi lain. Namun, penemuan yang dicapai belum sepenuhnya meyakinkan..
Pandangan Geosentris menganggap Bumi berada di pusat alam semesta, sementara Heliosentris menganggap Matahari sebagai pusatnya. Kosmologi modern menegaskan bahwa alam semesta merupakan arena ruang-waktu yang tertutup, tidak memiliki pusat; titik di mana pun dapat dianggap sebagai pusat, seperti titik pada permukaan bumi dapat dianggap pusat (dengan memperhatikan permukaan, bukan volumenya). Jadi, apakah Bumi atau Matahari yang menjadi pusat alam semesta adalah perdebatan pada masa perkembangan kosmologi awal, tetapi tidak berlaku setelah ditemukannya galaksi dan jarak antar bintang yang berjauhan. Perlu disebutkan bahwa Ibn Arabi jelas menegaskan alam semesta tidak memiliki pusat.
2 komentar:
terimakasih :)
iya sama2 dex.. :)
Posting Komentar