Kreativitas menurut Wanei (dalam
Etty, 2003) merupakan kemampuan mental untuk membentuk gagasan atau ide baru.
Hal senada juga dikemukakan oleh Fuad Nashori (2002) kreativitas merupakan
kemampuan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru. Kemampuan ini
merupakan aktivitas imajinatif yang hasilnya merupakan pembentukan kombinasi
dari informasi yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, sehingga
menghasilkan hal yang baru, lebih berarti, dan lebih bermanfaat. Sementara itu,
Bobbi DePorter & Mike Hernacki mengartikan kreativitas sebagai “……..
melihat hal yang dilihat orang lain, tetapi memikirkan hal yang tidak
dipikirkan orang lain”.
Pada umumnya kreativitas dapat
diartikan sebagai suatu kemampuan berpikir sesuatu dengan cara yang baru dan
langka, serta menghasilkan penyelesaian yang unik. Kreativitas dalam pribadi
mencerminkan keunikan individu dalam berpikir dan mengungkapkan sesuatu. Suatu
karya yang dikatakan kreatif merupakan definisi kreativitas sebagai produk.
Kreativitas sebagi proses menjelaskan bahwa kesibukan diri individu secara kreatif yang menunjukkan kelancaran, keaslian, dan fleksibilitas dalam berpikir. Situasi kehidupan atau lingkungan sosial, kultural, dan kerja memberikan kemudahan dan mendoron individu untuk menampilkan pikiran dan bertindak secara kreatif.
Dari penjelasan singkat diatas,
dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan berpikir, bersikap, dan
bertindak sesuatu dengan cara yang baru dan langka dalam memecahkan suatu
masalah, sehingga menghasilkan penyelesaian yang orisinil dan bermanfaat.
Kreativitas dan Intelegensi
Masalah kreativitas sebagai bagian dari kecerdasan manusia
banyak dibicarakan dalam hubungannya dengan intelegensi. Tentang hubungan
antara kreativitas dan intelegensi ada berbagai pendapat dan penelitian dengan
hasil yang berbeda-berbeda. Ada yang menemukan keduanya berkorelasi dan
sebaliknya ada yang tidak berkorelasi.
Menurut penelitian Kuwato (1996) intelegensi ternyata tidak
memiliki korelasi yang signifikan dengan kreativitas. Penelitian ini sesuai
dengan pendapat Munandar (1995) yang menyatakan tidak sepenuhnya benar anggapan
bahwa intelegensi mencerminkan kreativitas. Sementara pendapat dan hasil penelitian
lain menunjukkan adanya korelasi intelegensi dan kreativitas, walaupun korelasi
tersebut tidak begitu kuat. Misal Getzels & Jackson sebagaimana dikutip
Wallach & Kogan (2002) menemukan bahwa rata-rata korelasi antara
kreativitas dan intelegensi adalah sebesar 0,26. Hasil penelitian ini sesuai
dengan pendapat Vernon ((1964, 1975) bahwa kreativitas hanya merupakan bagian
kecil dari intelegensi sehingga intelegensi yang tinggi tidak selalu
menunjukkan kreativitas yang tinggi pula. Penelitian lain menunjukkan bahwa
korelasi atau hubungan intelegensi dan kreativitas hanya ditemukan pada
kelompok intelegensi rendah (Amabile, dalam Kuwato, 1996), sedangkan pada
kelompok yang lebih tinggi korelasi itu tidak begitu kuat. Dari sini didapatkan
satu temuan bahwa untuk kelompok intelegensi sedang dan tinggi tidak ada
korelasi antara intelegensi dan kreativitas. Dalam hal produk, terdapat
perbedaan antara intelegensi dan kreativitas. Intelegensi memberikan produk
yang bersifat logis (konvergen) sedangkan kreativitas memberikan produk yang
memiliki sifat original (divergen). Proses berpikir didalam intelegensi
menekankan pada sifat logis, sedangkan proses berpikir didalam kreativitas
lebih bersifat heuristic (Entwistle, 1981)
Perkembangan Kreatifitas
1.Tahap
sensori – motorik ( 0 – 2 tahun)
Pada
tahap ini belum memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab,
pada tahap ini tindakan-tindakan anak masih berupa tindakan-tindakan fisik yang
bersifat refleksif, pandangannya terhadap objek masih belum permanen, belum
memiliki konsep tentang ruang dan waktu, belum memiliki konsep tentang
sebab-akibat, bentuk permainannya masih merupakan pengulangan reflek-reflek,
belum memiliki konsep tentang diri, ruang dan belum memiliki kemampuan
berbahasa.
2.
Tahap Praoperasional ( 2 – 7 tahun)
Pada
tahap ini kemampuan mengembangkan kreativitas sudah mulai tumbuh karena anak
sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai mengembangkan memori dan telah
memiliki kemampuan untuk memikirkan masa lalu dan masa yang akan dating,
meskipun dalam jangka waktu pendek.
3.
Tahap Operasional Konkrit ( 7 – 11 tahun)
Faktor-faktor
yang memungkinkan semakin berkembangnya kreativitas itu adalah :
a. Anak sudah mulai mampu untuk menampilkan operasi-operasi mental
a. Anak sudah mulai mampu untuk menampilkan operasi-operasi mental
b.
Mulai mampu berpikir logis dalam bentuk yang sederhana
c.
Mulai berkembang kemampuan untuk memelihara identitas-identitas diri
d.
Konsep tentang ruang sudah semakin meluas
e.
Sudah amat menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang akan
datang.
f.
Sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih memerlukan
bantuan objek-objek konkrit.
4.
Tahap Operasional Formal ( 11 tahun ke atas)
Ada
beberapa faktor yang mendukung berkembangnya potensi kreativitas ini, yakni :
a. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proposional berdasarkan pemikiran logis
a. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proposional berdasarkan pemikiran logis
b.
Remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional
berdasarkan pemikiran logis
c.
Remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relative
d.
Remaja sudah memiliki pemahaman tentang waktu relative
e.
Remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-variabel dalam
menghadapi masalah yang kompleks
f.
Remaja sudah mampu melakukan abstraksi relative dan berpikir hipotesis
g.
Remaja sudah memiliki diri ideal
h.
Remaja sudah menguasai bahasa abstrak
Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kreativitas seseorang, menurut Munandar terdiri dari aspek kognitif dan aspek
kepribadian (yang saling berinteraksi). Aspek kognitif terutama kemampuan
berpikir terdiri dari kecerdasan (intelegensi) dan pemerkayaan bahan berpikir
berupa pengalaman dan keterampilan. Faktor kepribadian yang mempengaruhi
kreativitas antara lain meliputi dorongan ingin tahu, harga diri dan kepercayaan
diri, sifat mandiri, sifat asertif, dan keberanian mengambil resiko. Perlu
dicatat bahwa latihan-latihan terhadap kreativitas khususnya dan kemampuan
intelektual pada umumnya, tidak banyak mengalami perubahan lewat
latihan-latihan yang bersifat kognitif (terutama latihan berpikir), tetapi
justru hal yang banyak menentukan perkembangan kreativitas adalah melalui
latihan-latihan pengembangan non kognitif seperti sikap berani mencoba sesuatu
yang baru, penambahan motivasi untuk berkreasi, dan sifat berani menanggung
resiko serta pengembangan kepercayaan diri dan harga diri (Davis, dan Bull,
1978; Lott, 1978; Sobel, 1980; Munandar, 1995).
Disamping aspek kognitif dan
kepribadian yang mempengaruhi kreativitas, faktor yang memungkinkan tumbuh dan
berkembangnya kreativitas adalah lingkungan (lingkungan sekolah, rumah tangga,
maupun dalam masyarakat). Faktor lingkungan yang terpenting adalah lingkungan
yang memberi rasa aman dan dukungan atas kebebasan individu (Semiawan, 1994).
Perasaan aman tersebut memberikan kebebasan dan dorongan untuk melakukan
kreativitas. Jadi esensi suasana lingkungan yang membantu kreativitas ialah
suasana yang tidak mengikat atau membatasi kebebasan (otokratis). Tentu
kebebasan yang tepat adalah kebebasan yang oleh Amabile (1983) disebut sebagai
non-konformitas yang terbatas (a limited non-conformist), yaitu kebebasan yang
tetap mengacu pada norma yang berlaku, tetapi tersedia kesempatan dan hak
mandiri dan independent, dan tetap saling menghargai sehinggga memungkinkan
rasa aman yang dinamis yang akan memberikan rangsangan dan kesempatan
kreativitas (Munandar, 1981). Variabel sosial ekonomi yang cukup misalnya belum
tentu dapat memberikan fasilitas untuk kreativitas kalau sekiranya tidak dapat
dimanfaatkan. Oleh karena itu yang lebih penting ialah bagaimana persepsi
individu terhadap lingkungan itu sendiri, apakah membentuk atau menimbulkan
perasaan aman, bebas demokratis atau terikat otokratis. Suasana otokratis
membatasi kebebasan termasuk kebebasan mengekspresikan pikiran, perasaan, tindakan
serta mengurangi penghargaan dan apresiasi terhadap kreativitas itu sendiri.
Pada dasarnya suasana otokratis bersifat menghambat daripada mendorong
kreativitas (Amabile, 1994).
Tahap Proses Kreatif
Menurut
Graham Wallas (1926), kreativitas merupakan proses 5 tahap:
1. Preparation (Persiapan) ---
Proses pengumpulan informasi dan menginvestasikan masalah.
2. Incubation (Pengendapan) ---
secara tidak sadar memikirkan problem
3. Intimation
4. Ilumination (iluminasi) ---
menyadari cara-cara baru dalam memecahkan masalah.
5. Verification (menguji) ---
mengimplementasikan temuan.
Proses
kreatif menurut Bobbi De Porter & Mike Hernacki (2001:301) dalam bukunya
Quantum Learning mengalir melalui lima tahap, hatap-tahap tersebut sebagai
berikut :
1. Persiapan -- Mendifinisikan masalah, tujuan, atau tantangan.
2. Inkubasi --- Mencerna fakta-fakta dan mengolahnya dalam pikiran.
3. Iluminasi --- Mendesak ke permukaan, gagasan-gagasan bermunculan.
4. Verifikasi --- Memastikam apakah solusi itu benar-benar memecahkan
masalah.
5. Aplikasi ---- Mengambil langkah-langkah untuk menindaklanjuti
solusi tersebut
Proses
Kreatif menurut David Cambell urutannya sebagai berikut
1. Persiapan (preparation)
: meletakan dasar, mempelajari latar belakang masalah, seluk beluk dan problematikanya.
Meskipun tidak semua ahli kreatif, namun kebanyakan pencipta adalah ahli.
Terobosan gemilang dalam suatu bidang hampir selalu dihasilkan oleh orang-orang
yang sudah lama berkecimpung dan lama berpikir dalam bidang itu.
2. Konsentrasi (concentration):
sepenuhnya memikirkan, masuk luluh, terserap dalam perkara yang dihadapi.
Orang-orang kreatif biasanya serius, perhatiannya tercurah dan pikirannya
terpusat pada hal yang mereka kerjakan.
3. Inkubasi (incubation)
: mengambil waktu untuk meninggalkan perkara, istirahat, waktu santai. Sebuah
busur tak dapat direntang terus-menerus untuk jangka panjang tanpa bahaya
patah. Maka kita perlu melarika diri dari perkara yang sedang kita selesaikan,
masalah yang hendak kita pecahkan.
4. Iluminasi : mendapatkan ide gagasan, pemecahan, penyelesaian, cara
kerja, jawaban baru Bagian paling nikmat dalam penciptaan, tahap AHA! Ketika
segalanya jelas, hubungan kaitan perkara gambling, dan penerangan untuk
pemecahan masalah, jawaban baru tiba-tiba tampak laksana kilat.
5. Verifikasi/ Produksi : memastikan apakah solusi itu benar-benar
memecahkan masalah. Tahap AHA!, betapa
pun memuaskan, barulah merupakan akhir dari suatu awal. Masih ada
pekerjaan berat yang harus dikerjakan.
Mengenali dan mengembangkan Ciri-ciri pribadi kreatif
Pada hakekatnya anak memiliki
potensi kreatif, namun tumbuh kembangnya potensi kreatif pada setiap anak
tidaklah sama. Setiap anak memiliki masa pekanya sendiri dengan tempo dan irama
perkembangan masing-masing yang menentukan (Wenei dalam Etty, 2003). Untuk
membentuk pribadi yang kreatif memang berawal sejak masih anak-anak. Semakin
dini usia anak, semakin baik untuk mengembangkan kreativitasnya. Ketika anak
berusia 3- 7 tahun, peluang pertumbuhan potensi kreatif alamiah sangatlah penting.
Apabila anak tidak punya peluang untuk menyalurkan kreativitasnya dengan
berbagai larangan atau pembatasan, menurut Etty (2003) ia akan mengalami
creativity drop, akibatnya anak cepat putus asa, takut, ragu-ragu, cemas dan
kurang percaya diri.
Seseorang yang memiliki kreativitas
yang tinggi menunjukkan beberapa ciri, diantaranya yakni
(a) selalu ingin tahu atau memiliki
dorongan ingin tahu yang kuat (Munandar, 1985, 1995). Dorongan ingin tahu
mencakup bentuk kegiatan psikis yang luas, seperti keinginan mendapatkan
pengalaman baru, keinginan bertanya dan mencoba, tertarik pada sesuatu yang
belum jelas (misteri), avonturisme, sifat penuh semangat, optimisme, ambisius,
minat yang luas, toleransi terhadap kemajemukan serta setuju dalam perbedaan, tekun
dan pantang menyerah (energik dan aktif), kritis, dan berani berpendapat
(Kuwato, 1996).
(b) Memiliki harga diri dan percaya
diri yang tinggi (Butcher, 1973; David & Bull, 1978; Munandar, 1995).
Tingginya harga diri dan kepercayaan diri akan menyebabkan individu lebih
mantap dalam melakukan pemerkayaan informasi dan lebih berani berinovasi. Harga
diri dan kepercayaan diri yang tinggi juga berarti dapat menghargai dan
memanfaatkan kesempatan.
(c) Memiliki sifat mandiri atau
independen (Kuwato, 1996). Beberapa ahli berpendapat bahwa sifat mandiri
merupakan salah satu sifat individu yang dibutuhkan dalam kreativitas. Sifat
ini tumbuh dan berkembang antara lain karena telah dicapainya kuantitas dan
kualitas bahan pikir yang memadai. Bahan yang memadai akan menambah harga diri
dan kepercayaan diri dan pada gilirannya akan memungkinkan tumbuh dan
berkembang pribadi yang otonom, perasaan mampu mengurusi diri sendiri, tidak
banyak tergantung pada orang lain (Butcher, 1973, Harrington & Anderson,
1981). Sifat mandiri berkaitan dengan keberanian mengambil resiko atau berani
mencoba, namun salah satu sifat orang kreatif adalah kurang suka pada
konformitas (Butcher, 1973).
(d) memiliki sifat asertif (berani
berpendapat), sifat ini merupakan sifat penting dalam kegiatan kreativitas
(Butcher, 1973, Davis & Bull, 1978). Sikap asertif dapat dilihat dari sikap
(cara kerja) individu melakukan aktivitas yang cenderung lebih berpegang pada
tugas dan permasalahannya (task oriented) dan tidak banyak berorientasi pada person
(self oriented). Dalam penampakannya sifat asertif sering berupa berani
berpendapat, kedisiplinan dan ketegasan.
(e). Keberanian mengambil resiko
atau berani mencoba (Kuwato, 1996). Bentuk perwujudan sifat berani mengambil
resiko, di antaranya suka berinisiatif, berani mempertahankan pendapat dan
berani mengakui kesalahan, tidak terlalu takut, ragu atau malu dikritik, bahkan
tidak terlalu takut berbuat salah.
Media kreatif
Sebenarnya ada banyak aktivitas
pengembangan potensi kreatif alamiah pada anak-anak peserta didik yang bisa
dipupuk melalui berbagai kegiatan, yaitu melalui sosio-drama dimana
anak-peserta didik bisa memainkan peran-peran tertentu. Juga melalui games,
dongeng, musik dan menyanyi. Selain itu bisa melalui permainan manipulatif
(permainan membentuk), permainan reseptif dengan TV, VCD, computer, dan juga
dengan permainan ilusi (dengan berfantasi atau berkhayal). Stimulasi mental
sangat dibutuhkan untuk pengembangan imajinasi dan pemupukan bakat kreatif anak
sejak dini, dan stimulasi mental dapat diberikan dengan menyediakan beberapa
media kreatif.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam menyediakan media kreatif adalah, pertama, tidak perlu rumit dan mahal,
sebab semakin rumit suatu media, semakin kurang kelenturan pengembangan
imajinasi kreatif anak. Kedua, diupayakan dari material yang tahan lama dan
tidak mengganggu kesehatan anak. Ketiga, disesuaikan dengan tingkat usia anak
dan diberi rangsangan agar anak dapat bekerjasama. Keempat, berikan dukungan
untuk memperkokoh stimulasi mental yang sehat.
Mengembangkan kreatifitas siswa
dalam belajar
Begitu
pentingnya pengembangan kreativitas siswa tersebut dapat diamati dari
bergesernya peran guru yang semula sering mendominasi kelas, kini harus lebih
banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil peran lebih aktif dan
kreatif dalam suasana yang menyenangkan (learning must be enjoy).
Bagaimanapun akan sulit membangun pemahaman yang baik pada para siswa, jika
fisik dan psikisnya dalam keadaan tertekan.
Kreativitas
siswa dimungkinkan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila lingkungan
keluarga, masyarakat, maupun lingkungan sekolah, turut menunjang mereka dalam
mengekspresikan kreativitasnya.
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Hans Jellen dari Universitas Utah AS dan Klaus
Urban dari Universitas Hannover Jerman pada Agustus 1987 terhadap anak-anak
berusia 10 tahun (dengan sampel 50 anak-anak di Jakarta), menunjukkan bahwa
tingkat kreativitas anak-anak Indonesia yang terendah di antara anak-anak
seusianya dari 8 negara lainnya. Berturut-turut dari skor tertinggi sampai
terendah adalah Filipina, AS, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu ,dan
Indonesia.
Hasil studi
Jordan E. Ayan (1997) menggambarkan bahwa semasa bayi tingkat kreativitas
umumnya masih tinggi, kemudian berkurang dan memudar justru pada saat anak-anak
mulai bersekolah. Menurutnya, anak-anak dalam jumlah dua puluh hingga tiga
puluhan (bahkan empat puluhan) duduk berderet serta diharuskan tunduk dan patuh
pada peraturan dan prosedur yang kaku yang justru membatasi keterampilan
berpikir kreatif.
Menapaki dunia
pendidikan ke jenjang berikutnya pelan tapi pasti wahana untuk berkembangnya
kreativitas justru semakin sempit, kreativitas semakin terpasung. Untuk itu,
jangan heran jika selepas menyelesaikan sekolahnya, mereka sukar beradaptasi
pada dunia pekerjaannya atau pada lingkup kehidupan kesehariannya oleh karena
miskinnya kreativitas yang dimiliki.
Tidak bisa
disangkal bahwa kehidupan di era globalisasi sekarang ini telah menyeret para
siswa dan anak-anak kita, umumnya yang hidup di perkotaan, oleh pemanjaan
berbagai kebutuhan hidup yang serba instant. Jika hal ini tidak disikapi dan
diantisipasi sedini mungkin, tidak menutup kemungkinan akan menjadikan salah
satu penyebab terhambatnya perkembangan kreativitas mereka.
Di lingkungan
sekolah perlu diupayakan suatu iklim belajar yang menunjang pendayagunaan
kreativitas siswa. Untuk itu, guru-guru perlu memperhatikan beberapa hal.
1.
Bersikap terbuka terhadap minat
dan gagasan apapun yang muncul dari siswa. Bersikap terbuka bukan berarti
selalu menerima tetapi menghargai gagasan tersebut.
2.
Memberi waktu dan kesempatan
yang luas untuk memikirkan dan mengembangkan gagasan tersebut.
3.
Memberi sebanyak mungkin
kesempatan kepada siswa untuk berperan serta dalam mengambil keputusan.
4.
Menciptakan suasana hangat dan
rasa aman bagi tumbuhnya kebebasan berpikir eksploratif (menyelidiki).
5.
Menciptakan suasana saling
menghargai dan saling menerima, baik antar siswa maupun antar guru dan siswa.
6.
Bersikaplah positif terhadap
kegagalan siswa dan bantulah mereka agar bangkit dari kegagalannya tersebut.
KESIMPULAN
Kreativitas menurut merupakan
kemampuan mental untuk membentuk gagasan atau ide baru. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kreativitas seseorang, menurut Munandar terdiri dari aspek kognitif
dan aspek kepribadian (yang saling berinteraksi). Aspek kognitif terutama
kemampuan berpikir terdiri dari kecerdasan (intelegensi) dan pemerkayaan bahan
berpikir berupa pengalaman dan keterampilan. Faktor kepribadian yang
mempengaruhi kreativitas antara lain meliputi dorongan ingin tahu, harga diri
dan kepercayaan diri, sifat mandiri, sifat asertif, dan keberanian mengambil
resiko. faktor yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya kreativitas adalah
lingkungan (lingkungan sekolah, rumah tangga, maupun dalam masyarakat). Seseorang
yang memiliki kreativitas yang tinggi menunjukkan beberapa ciri, diantaranya
yakni (a) selalu ingin tahu atau memiliki dorongan ingin tahu yang kuat (b) Memiliki harga diri dan percaya diri yang
tinggi (c) Memiliki sifat mandiri atau independen (d) memiliki sifat asertif
(berani berpendapat), sifat ini merupakan sifat penting dalam kegiatan e).
Keberanian mengambil resiko atau berani mencoba.
DAFTAR PUSTAKA
Ø
0 komentar:
Posting Komentar